Menu
Your Cart

Kamu Cacat Maka Aku Ada

Kamu Cacat Maka Aku Ada
Kamu Cacat Maka Aku Ada
100% ORIGINAL
Kamu Cacat Maka Aku Ada
Kamu Cacat Maka Aku Ada
Kamu Cacat Maka Aku Ada
Rp110,000
Rp79,200
Hemat Rp30,800 (28%)
Pengiriman Ke DKI JAKARTA
Ongkos Kirim Rp 0
Khusus member Grobprime (GRATIS)
JOIN

Deskripsi

Penyandang disabilitas berbeda dari penyandang kegilaan (neurosis). Penyandang disabilitas tak bisa “sembuh” dan jadi “normal”, tidak seperti orang gila. Seorang tunadaksa meskipun memakai kaki palsu yang mahal tetap saja disebut tunadaksa, sedangkan orang gila setelah dirawat di rumah sakit jiwa dan dinyatakan sembuh akan dianggap normal.

Konstruksi budaya masyarakat sejak masa pra-kolonial, kolonial, sampai pasca-kolonial dibangun atas dasar hegemoni normalitas sebagai dasar tatanan, keteraturan, dan norma-norma kehidupan bersama. Hegemoni normalitas—salah satunya dilegitimasi oleh keberadaan penyandang disabilitas—dari sisi kekuasaan memiliki kekuatan lebih besar, lebih mengakar, dan lebih universal dibandingkan dengan, misalnya, rasisme yang didasarkan pada perbedaan warna kulit.

Buku ini membedah bagaimana penyandang disabilitas menjadi bagian dari praktik artikulatoris yang tidak terwacanakan dalam suatu hegemoni yang terstruktur di wilayah bawah sadar manusia. Merekalah residu-residu yang tertinggal di setiap jejak peradaban manusia. Gerakan disabilitas atau disability rights movement di Indonesia adalah sebuah contoh bagaimana gerakan itu selalu hanya menjadi sebuah “unsur” yang tak pernah diartikulasikan.

Tentang Penulis:
FX Rudy Gunawan ialah seorang penulis, jurnalis, dan pekerja budaya. Pendiri majalah khusus disabilitas Diffa, Koran Desa, dan penerbit buku GagasMedia. Alumnus Fakultas Filsafat UGM dan Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dia terpilih mengikuti residensi penulis dari Komite Buku Nasional di New York (2019), residensi puisi di Chile dari program beasiswa non-degree LPDP (2022), serta residensi di Kazakhstan pada 2024.Penyandang disabilitas berbeda dari penyandang kegilaan (neurosis). Penyandang disabilitas tak bisa “sembuh” dan jadi “normal”, tidak seperti orang gila. Seorang tunadaksa meskipun memakai kaki palsu yang mahal tetap saja disebut tunadaksa, sedangkan orang gila setelah dirawat di rumah sakit jiwa dan dinyatakan sembuh akan dianggap normal.

Konstruksi budaya masyarakat sejak masa pra-kolonial, kolonial, sampai pasca-kolonial dibangun atas dasar hegemoni normalitas sebagai dasar tatanan, keteraturan, dan norma-norma kehidupan bersama. Hegemoni normalitas—salah satunya dilegitimasi oleh keberadaan penyandang disabilitas—dari sisi kekuasaan memiliki kekuatan lebih besar, lebih mengakar, dan lebih universal dibandingkan dengan, misalnya, rasisme yang didasarkan pada perbedaan warna kulit.

Buku ini membedah bagaimana penyandang disabilitas menjadi bagian dari praktik artikulatoris yang tidak terwacanakan dalam suatu hegemoni yang terstruktur di wilayah bawah sadar manusia. Merekalah residu-residu yang tertinggal di setiap jejak peradaban manusia. Gerakan disabilitas atau disability rights movement di Indonesia adalah sebuah contoh bagaimana gerakan itu selalu hanya menjadi sebuah “unsur” yang tak pernah diartikulasikan.

Tentang Penulis:
FX Rudy Gunawan ialah seorang penulis, jurnalis, dan pekerja budaya. Pendiri majalah khusus disabilitas Diffa, Koran Desa, dan penerbit buku GagasMedia. Alumnus Fakultas Filsafat UGM dan Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dia terpilih mengikuti residensi penulis dari Komite Buku Nasional di New York (2019), residensi puisi di Chile dari program beasiswa non-degree LPDP (2022), serta residensi di Kazakhstan pada 2024.
Jumlah Halaman : 240
Tanggal Terbit : 29 Okt 2025
ISBN : 9786231344595
Penerbit : KPG
Berat : 260 gr
Lebar : 14 cm
Panjang : 21 cm

Ulasan

Tulis Ulasan

Silahkan login atau daftar untuk mengulas